Kelas yang Mencekam
Sabtu
siang disaat aku masih dalam pelajaran sekolah, saat itu suasana
kelas bagaikan rumah kosong, sunyi, mencekam, aura kelas itu bagaikan aura
hitam yang sangat menyeramkan. Ini bukannya aku membesar-besarkan hal yang
biasa, namun inilah yang aku rasakan bersama teman-temanku di kelas. Hari jam 2
siang guruku datang dengan sikap biasa awalnya, namun berubah ketika ada
sesuatu yang membuatnya jengkel. ialah ketidaktahuan siswanya untuk mengerjakan
tugas yang di berikan olehnya.
Hari
itu adalah mungkin bisa dibilang hari sial namun bisa juga menjadi sebuah
pembelajaran bagi aku dan teman-temanku. Kami diberikan tugas untuk menjawab soal
dan mengerjakannya satu persatu dari
kami ke depan kelas. Tibalah waktunya satu persatu dari temanku maju ke papan
untuk mengerjakannya. Satu anak, dua anak, berhasil mengerjakannya. Kemudian tibalah
soal ke-3. Salah seorang temanku laki-laki gilirannya untuk mengerjakannya.
“Dur...
giliranmu, silahkan kerjakan di papan” kata guruku. Temanku masih belum maju,
dia masih berusaha mengerjakannya di mejanya. “iya sebentar bu” katanya. Beberapa
menit kemudian, temanku memberanikan diri untuk maju ke depan. Setengah
pengerjaannya telah ia tuliskan di papan. Dan akhirnya dia terhenti di
tengah-tengah pengerjaannya. Sambil membuka buku, ia coba mengerjakannya
kembali, namun tetap saja dia tidak bisa melanjutkannya. “Gimana dur?” kata
guruku. “............” temanku hanya terdiam. Akhirnya guruku menanyakan kepada
kami semua “kan sudah kalian pelajari, kenapa kalian masih saja tidak bisa? Seharusnya
kalian gak lulus dari kelas 1” kata guruku dengan nada kesal. Kami semua hanya
bisa terdiam.
Setelah
beberapa lama guru menampakkan kekesalannya, sambil menuntun temanku
mengerjakannya. Setelah hampir setengah jam ditambah kesalnya guruku akhirnya
temanku berhasil. Kini saat giliran anak lainnya untuk melanjutkan soal
berikutnya. Anak ke empat maju, kemudian kelima, enam, dan akhirnya tujuh. Awalnya
yang ketujuh ini sempat kebingungan namun bisa menyelesaikannya. Hingga tiba
giliranku untuk mengerjakannya. Dari jam awal aku berusaha mengerjakannya
sampai aku menanyakan ke beberapa temanku, tapi tetap saja aku tidak bisa
mengerjakannya.
Hingga
tiba akhirnya aku hampir putus asa aku bertanya kepada guruku, responnya baik
tapi entah kenapa aku merasa tidak enak kepada beliau. Aku mencoba
mengerjakannya ke papan namun Cuma dapat seperempat dari pengerjaanku. Dan
akhirnya bel berbunyi “teett,,,, teett”. Itu bagaikan malaikat pelindung
bagiku. Akhirnya aku bisa terbebas dari semua itu, namun akhirnya aku masih saja
di suruh meneruskan soal itu sampai senin. Dan hal itu malah menjadi beban lagi
untukku.
Satu
hari dua hari tibalah di hari senin, upacara selesai aku melanjutkan
pelajaranku untuk beberapa mata pelajaran. Dan akhirnya tibalah pada pelajaran
itu. Tibalah waktuku “Al... sekarang giliranmu kan?” kata guruku. “iya bu”
jawabku. “Bu saya masih belum bisa menyelesaikannya” kataku. “Yasudah silahkan
kerjakan dulu” katanya. Aku mencoba lagi mencoba mengerjakannya. Namun tetap
saja aku terhenti di tengah-tengah. Dan akhirnya guruku menuntunku lagi,
sebenarnya sikapnya biasa saja. Namun pandangan kami semua beliau sedang kesal
pada kami semua. Yah sebenarnya ini hanya perasaan kami saja. Tapi tetap saja
kami merasa tidak enak kepada beliau.
Lama-lama
kemudian akhirnya aku berhasil mengerjakannya “Gimana Al? Perasaannya?” kata
salah seorang teman kepadaku. “ah biasa aja” kataku. “gak usah bohong deh aku
udah pernah merasakannya” kata temanku lagi. Aku terdiam tidak membalasnya
lagi. “Ayo lanjutkan gilirannya” kata guruku. “hahaha bakal ada korban lain”
kata temanku sambil tertawa. Dan tibalah jam akhir pelajaran. Suasana yang
awalnya sunyi tiba-tiba berubah semuanya. Bebas, bebas. Semuanya kegirangan.
0 komentar:
Post a Comment