Pesan dari Seorang Bapak Tak Dikenal
Terik matahari terasa membakar kulitku, keringat membasahi
jidat, kadang menetes ke mata meskipun
kepala tertutup topi. Selalu saja menetes dan terus terjadi di siang itu.
Angin bertiup agak kencang, menebar debu jalan , membuat orang-orang menutup
hidung malah ada yang memakai masker. Panasnya terik matahari yang dibawa oleh angin,
dan rasanya semua membuat kulitku panas. Orang-orang sekitarku mencoba
meneduhkan diri. Mencari tempat teduhan, dan itu pula yang sedang aku cari. Maklum,
hari itu memasuki bulan ketiga musim kemarau.
Aku duduk melepas lelah, sesekali berbaring tanpa
menghiraukan keadaan disekitarku, maklum saja hari itu adalah hari yang begitu
panas bagiku, tak pernah kurasakan sepanas ini. Aku berteduh di bawah rindang
pohon. Bangku yang kududuki entah dibuat oleh siapa, yang pasti aku yakin orang
tersebut telah berbuat kebaikan yang sangat berarti bagiku hari itu. Tiupan
angin sedikit demi sedikit mengeringkan keringatku, bajuku tak terasa basah
lagi. Aku merasa segar, meski sering juga kututup hidung untuk menghindari debu
yang diterbangkan angin.
Beberapa menit aku lalui di tempat itu, berharap ada penjual
minuman dan makanan datang. Namun tidak ada satupun penjual yang lewat, hanya
ada orang biasa yang berlalu lalang disekitar tempat itu. Aku tidak tau apa
yang mereka lakukan di hari yang sepanas ini? Begitu pula dengan diriku, kenapa
aku harus berjualan koran seperti ini? Panas-panas begini? Kenapa nasibku tak
sebaik teman-temanku yang lainnya? Sesekali aku bertanya-tanya dan meratapi
hidupku yang aku rasa tidak beruntung ini. Namun mengingat Ibuku yang selalu
saja menyemangatiku menggapai cita-citaku, rasanya semua pertanyaan buruk itu
hilang.
“Sedang apa, Nak, melamun ya?” Aku dikagetkan oleh sapaan
seorang bapak yang belum pernah aku temui selama ini. Terkeju, agak tersipu
memang, aku berusaha lebih ramah. “Hmm... Tidak pak saya hanya memikirkan
sesuatu“jawabku. “Ada apa nak? Apa yang kamu fikirkan? Apa ada hal buruk yang
mimpamu? Melihat dirimu yang seperti itu membuat bapak kasihan” jawab si Bapak.
“Oo, tidak juga si pak, hanya berpikir tentang masa depan, Pak!” jawabku sambil
memandang sebuah kendaraan yang baru lewat.
“Nak, masa depan jangan terlalu dipikirkan, khawatir hanya
sebatas dipikirkan. Masa depan harus diimpikan, lalu kita berusaha, bekerja
keras, kerja cerdas, dan kerja cermat”. Bapak itu diam sejenak, lalu balik
bertanya. “Tahu maksudnya, Nak?” Sorot mataku memandang tatapan mata bapak itu,
aku menganggukan kepala walaupun sebenarnya aku belum mengerti. “Ya, agar apa
yang kita impikan tercapai, meskipun kadang tidak sesuai dengan apa yang kita
impikan, tapi masa depan kita jauh lebih baik dari masa sekarang, Nak”, kata
bapak itu lagi.....
0 komentar:
Post a Comment